Kamis, 02 Mei 2013

Jeritan Pekerja Dari Taiwan


“Realisasikan Kenaikan Gaji
Untuk Semua PRT Sekarang Juga”


Berita kenaikan gaji yang disampaikan oleh Jumhur Hidayat Kepala BNP2TKI melalui berita Tribunnews (Rabu, 9 Januari 2013 jam 14:48 WIB), belum menjadi kenaikan gaji resmi di Taiwan. Hal ini sesuai dengan berita yang disampaikan Taiwan News (23 April 2013, 05:32 sore). 




Isu kenaikan gaji yang dinyatakan Jumhur Hidayat berasal dari hasil pembicaraan KDEI dengan TETO pada bulan Agustus di Bali, serta pertemuan Jumhur Hidayat dengan KDEI pada tanggal 14 Desember 2012 di Taipei. Adapun hasil pembicaraan tersebut antara lain: Gaji PRT Re-Entry naik menjadi NTD 18,780 yang di tuangkan dalam perjanjian kerja, membuat Technical Arrangement untuk ABK dan  penandatanganan, pemotongan gaji untuk biaya makan dihapuskan, Menciptakan Recruitment Agreement dengan penanggung jawab bidang ketenagakerjaan, rekomendasi dari BNP2TKI, membuat kontrak kerja sektor konstruksi.


Namun sampai sekarang kesepakatan ini belum ada yang dijalankan. Pembicaraan kenaikan ini baru akan dibicarakan secara resmi antara pemerintah Taiwan dan Indonesia  bulan Juni 2013. Pernyataan bohong dari Jumhur Hidayat ini, semakin mengukuhkan bahwa pemerintah kita tidak sungguh-sungguh dalam melindungi BMI di luar negeri dan bentuk politik pencitraan pemerintah SBY – Boediono, yang ingin mendapat pujian dari masyarakat luas.



Ironisnya yang akan dibicarakan hanya gaji bagi pekerja yang memperpanjang kontrak secara kontrak mandiri (direct hiring). Sementara yang menggunakan agensi/PJTKI tidak bisa menikmati kenaikan gaji ini. Ide sepihak dari pemerintah Indonesia melalui KDEI dan BNP2TKI ini sangat meresahkan. Bagaimana tidak untuk men dapatkan kenaikan gaji ini BMI disarankan oleh KDEI untuk diskusi dengan majikan, kemudian harus mengadakan wawancara/interview dengan KDEI untuk pengurusan kontrak mandiri, hal ini bertujuan untuk meyakinkan kepengurusan tidak melalui agen.


ATKI Taiwan menolak persyaratan interview (dikeluarkan  Maret 2013) oleh KDEI. Persyaratan Interview akan semakin mempersulit pengurusan kontrak mandiri. Sudah tentu majikan pasti akan memilih pekerja baru, daripada harus memperpanjang kontrak kerjanya. Selain harus menambah gaji menjadi 19,047NTD, juga harus datang ke KDEI untuk wawancara (interview). Para majikan pasti tidak mau direpotkan dengan mendatangi KDEI, apalagi mereka harus meninggalkan pekerjaanya yang belum tentu semua majikan bisa mengambil cuti. Alhasil, BMI harus menanggung beban peraturan baru ini. BMI harus pulang ketanah air karena majikan tidak mau mempekerjakan lagi dan harus mulai proses dari awal, dengan membayar 9 bulan potongan gaji.

Saat ini Taiwan menjadi negara penempatan terbesar di Asia Pasific, dengan jumlah penempatan 7000 orang perbulan. Saat ini jumlah Buruh migran terbesar berasal dari Indonesia berjumlah 188,00 BMI (sektor formal & informal). Meliputi, Pabrik, Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Anak Buah Kapal (ABK) dengan jumlah terbesar Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dari semua total buruh migran, sekitar 38,585 melakukan kontrak mandiri.

Namun, besarnya jumlah pengiriman BMI tidak dibarengi dengan perlindungan. Sampai saat ini, berbagai macam bentuk penindasan dan penghisapan dialami oleh BMI di Taiwan. Akar dari berbagai permasalahan ini berasal dari UUPPTKILN No.39/2004. Dimana undang – undang ini hanya mengatur penempatan yang dilimpahkan sepenuhnya kepada PJTKI/Agensi dimana notabene pembisnis yang hanya ingin mendapatkan profit/keuntungan.

Sehingga berbagai permasalahan dihadapi BMI baik dari keberangkatan, penempatan hingga pemulangan. Berbagai pemasalahan yang dihadapi BMI diantaranya: gaji rendah, tidak ada libur mingguan dan Nasional, tidak mendapatkan cuti tahunan, cuti sakit, tidak diperkenankan hamil dan melahirkan, tidak mendapatkan upah lembur, jam kerja panjang, akomodasi yang tidak manusiawi, pemotongan gaji yang tinggi (overcharging),  tidak ada transportasi kedaerah asal BMI, penahanan dokumen (Kontrak kerja,  paspor, daftar gaji, ARC, Askes, akte kelahiran, surat nikah, KK, sertifikat dll),  tidak diberi uang pesangon, tidak diperbolehkan menggunakan alat komunikasi (HP dan Telepon Rumah), tidak ada kebebasan berserikat/berorganisasi), terminal khusus, penampungan seperti dipenjara, dll.

Krisis global yang di alami oleh negara-negara maju terutama Amerika Serikat semakin menambah berat beban hidup kami. Harga-harga kebutuhan pokok baik di Taiwan maupun di Indonesia semakin melambung tinggi sementara upah kami tidak mengalami  kenaikan yang memadai. Melalui berbagai cara Pemerintah Taiwan terus mempertahankan agar upah kami tetap murah dan mengeluarkan  pekerja informal (PRT) dari upah minimum pada tahun 2007. Hin’gga kini kami hanya di upah pokok sebesar NTD 15.840

Kami sudah tidak mau lagi dijadikan sapi perahan dan barang dagangan, kami menuntut ke Pemerintah Indonesia untuk segera membuat perjanjian dengan pemerintah Taiwan (MoA). Didalam MoA tersebut harus mencakup adanya kontrak kerja standar, dimana semua hak dasar BMI harus dipenuhi. Pemotongan gaji selangit (overcharging) harus segera dihapuskan. Kontrak mandiri dengan syarat yang mudah dan training harus diberikan secara gratis oleh negara disetiap daerah asal BMI. Sehingga kami tidak harus menanggung biaya penempatan selangit.

Lebih dari itu pemerintah harus memberikan sanksi pidana terhadap PJTKI/Agen dan pihak yang telah menindas hak BMI dan keluarga, pemerintah harus menyediakan mekanisme penuntutan bagi BMI dan keluarganya, jika terjadi perselisihan antara PJTKI / Agen / Lembaga pemerintah / perseorangan dengan BMI.