“Realisasikan Kenaikan Gaji
Untuk Semua PRT Sekarang Juga”
Untuk Semua PRT Sekarang Juga”
Berita kenaikan gaji yang
disampaikan oleh Jumhur Hidayat Kepala BNP2TKI melalui berita Tribunnews (Rabu,
9 Januari 2013 jam 14:48 WIB), belum menjadi kenaikan gaji resmi di Taiwan. Hal
ini sesuai dengan berita yang disampaikan Taiwan News (23 April 2013, 05:32
sore).
Isu kenaikan gaji yang dinyatakan Jumhur Hidayat berasal dari hasil pembicaraan KDEI dengan TETO pada bulan Agustus di Bali, serta pertemuan Jumhur Hidayat dengan KDEI pada tanggal 14 Desember 2012 di Taipei. Adapun hasil pembicaraan tersebut antara lain: Gaji PRT Re-Entry naik menjadi NTD 18,780 yang di tuangkan dalam perjanjian kerja, membuat Technical Arrangement untuk ABK dan penandatanganan, pemotongan gaji untuk biaya makan dihapuskan, Menciptakan Recruitment Agreement dengan penanggung jawab bidang ketenagakerjaan, rekomendasi dari BNP2TKI, membuat kontrak kerja sektor konstruksi.
Namun sampai sekarang
kesepakatan ini belum ada yang dijalankan. Pembicaraan kenaikan ini baru akan
dibicarakan secara resmi antara pemerintah Taiwan dan Indonesia bulan Juni 2013. Pernyataan bohong dari
Jumhur Hidayat ini, semakin mengukuhkan bahwa pemerintah kita tidak
sungguh-sungguh dalam melindungi BMI di luar negeri dan bentuk politik
pencitraan pemerintah SBY – Boediono, yang ingin mendapat pujian dari masyarakat
luas.
Ironisnya yang akan
dibicarakan hanya gaji bagi pekerja yang memperpanjang kontrak secara kontrak
mandiri (direct hiring). Sementara yang menggunakan agensi/PJTKI tidak bisa
menikmati kenaikan gaji ini. Ide sepihak dari pemerintah Indonesia melalui KDEI
dan BNP2TKI ini sangat meresahkan. Bagaimana tidak untuk men dapatkan kenaikan gaji
ini BMI disarankan oleh KDEI untuk diskusi dengan majikan, kemudian harus
mengadakan wawancara/interview dengan KDEI untuk pengurusan kontrak mandiri,
hal ini bertujuan untuk meyakinkan kepengurusan tidak melalui agen.
ATKI Taiwan menolak
persyaratan interview (dikeluarkan Maret
2013) oleh KDEI. Persyaratan Interview akan semakin mempersulit pengurusan
kontrak mandiri. Sudah tentu majikan pasti akan memilih pekerja baru, daripada
harus memperpanjang kontrak kerjanya. Selain harus menambah gaji menjadi
19,047NTD, juga harus datang ke KDEI untuk wawancara (interview). Para majikan
pasti tidak mau direpotkan dengan mendatangi KDEI, apalagi mereka harus
meninggalkan pekerjaanya yang belum tentu semua majikan bisa mengambil cuti.
Alhasil, BMI harus menanggung beban peraturan baru ini. BMI harus pulang
ketanah air karena majikan tidak mau mempekerjakan lagi dan harus mulai proses
dari awal, dengan membayar 9 bulan potongan gaji.
Saat ini Taiwan menjadi
negara penempatan terbesar di Asia Pasific, dengan jumlah penempatan 7000 orang
perbulan. Saat ini jumlah Buruh migran terbesar berasal dari Indonesia
berjumlah 188,00 BMI (sektor formal & informal). Meliputi, Pabrik, Pekerja
Rumah Tangga (PRT) dan Anak Buah Kapal (ABK) dengan jumlah terbesar Pekerja
Rumah Tangga (PRT). Dari semua total buruh migran, sekitar 38,585 melakukan
kontrak mandiri.
Namun, besarnya jumlah
pengiriman BMI tidak dibarengi dengan perlindungan. Sampai saat ini, berbagai
macam bentuk penindasan dan penghisapan dialami oleh BMI di Taiwan. Akar dari
berbagai permasalahan ini berasal dari UUPPTKILN No.39/2004. Dimana undang –
undang ini hanya mengatur penempatan yang dilimpahkan sepenuhnya kepada
PJTKI/Agensi dimana notabene pembisnis yang hanya ingin mendapatkan
profit/keuntungan.
Sehingga berbagai
permasalahan dihadapi BMI baik dari keberangkatan, penempatan hingga
pemulangan. Berbagai pemasalahan yang dihadapi BMI diantaranya: gaji rendah, tidak
ada libur mingguan dan Nasional, tidak mendapatkan cuti tahunan, cuti sakit,
tidak diperkenankan hamil dan melahirkan, tidak mendapatkan upah lembur, jam
kerja panjang, akomodasi yang tidak manusiawi, pemotongan gaji yang tinggi
(overcharging), tidak ada transportasi
kedaerah asal BMI, penahanan dokumen (Kontrak
kerja, paspor, daftar gaji, ARC, Askes,
akte kelahiran, surat nikah, KK, sertifikat dll), tidak diberi uang pesangon, tidak
diperbolehkan menggunakan alat komunikasi (HP dan Telepon Rumah), tidak ada
kebebasan berserikat/berorganisasi), terminal khusus, penampungan seperti
dipenjara, dll.
Krisis global yang di alami
oleh negara-negara maju terutama Amerika Serikat semakin menambah berat beban
hidup kami. Harga-harga kebutuhan pokok baik di Taiwan maupun di Indonesia
semakin melambung tinggi sementara upah kami tidak mengalami kenaikan yang memadai. Melalui berbagai cara
Pemerintah Taiwan terus mempertahankan agar upah kami tetap murah dan
mengeluarkan pekerja informal (PRT) dari
upah minimum pada tahun 2007. Hin’gga kini kami hanya di upah pokok sebesar NTD
15.840
Kami sudah tidak mau lagi dijadikan sapi perahan dan barang dagangan, kami menuntut ke Pemerintah Indonesia untuk segera membuat perjanjian dengan pemerintah Taiwan (MoA). Didalam MoA tersebut harus mencakup adanya kontrak kerja standar, dimana semua hak dasar BMI harus dipenuhi. Pemotongan gaji selangit (overcharging) harus segera dihapuskan. Kontrak mandiri dengan syarat yang mudah dan training harus diberikan secara gratis oleh negara disetiap daerah asal BMI. Sehingga kami tidak harus menanggung biaya penempatan selangit.
Lebih dari itu pemerintah harus memberikan sanksi pidana terhadap PJTKI/Agen dan pihak yang telah menindas hak BMI dan keluarga, pemerintah harus menyediakan mekanisme penuntutan bagi BMI dan keluarganya, jika terjadi perselisihan antara PJTKI / Agen / Lembaga pemerintah / perseorangan dengan BMI.